Food

DANGKE, KEJU BAKAR DARI ENREKANG

Keju Tradisional Khas Enrekang Sulsel Memiliki Cita Rasa Gurih dan Legit

dandygilver Hampir setiap orang pasti mengapresiasi kelezatan keju atau setidaknya mencobanya. Bahan makanan yang berasal dari susu sapi ini sering dikonsumsi bersama roti, makanan penutup, atau sebagai penyedap masakan lainnya.

Kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan selain terkenal dengan kopi opiumnya yang sudah menembus pasar internasional, juga merupakan satu-satunya daerah penghasil keju lokal bernama dangke. Ini adalah hidangan khas daerah yang berbahan dasar susu kerbau atau sapi beku.

Diproduksi sejak abad ke-20, keju sapi fermentasi jenis ini mirip dengan “Keseek”, keju Jerman dengan konsistensi seperti tahu dan warna putih.

Proses pengolahan susu sapi di Dangke sungguh unik. Sebelum proses fermentasi dimulai, susu sapi segar dipanaskan dengan suhu sekitar 70 derajat Celcius. Jus pepaya digunakan untuk memisahkan susu dari air dan lemak yang terkandung di dalamnya.

Jus pepaya juga mengeraskan susu sapi menjadi potongan keju cottage. Masyarakat Enrekang juga memanfaatkan nanas untuk memberikan rasa sedikit asam dan memberikan efek kekuningan pada potongannya.Satu kubus dangke setara dengan kurang lebih dua liter susu segar. Setelah dipadatkan dan difermentasi, potongan keju yang termasuk dalam kategori “keju lunak” ini diasinkan dan dibentuk dengan batok kelapa yang sudah dibersihkan sebelumnya, lalu dibungkus dengan daun pisang.

Cita Rasa Keju Bakar Dangke Enrekang

Digoreng atau dibakar adalah cara penyajian yang paling sederhana dan umum serta memungkinkan Anda menyiapkan dan menikmati potongan dangke dalam satu hidangan. Sepiring nasi panas dan sambal terasi berpadu sempurna dengan irisan keju lokal.

Para pendatang dan warga Enrekang sangat menikmati dangke dengan lagu “Pulu Mandoti”.Beras yang aromanya terasa dari jauh saat dimasak, merupakan produk pertanian yang hanya bisa ditanam di persawahan Enrekang.

Di Enrekang, keju dipercaya dapat meningkatkan kualitas sperma dan meningkatkan stamina.
Disebut Dangke karena pada masa pendudukan Belanda, kata Dank yang berarti terima kasih sering diucapkan oleh perwira Belanda setelah menerima potongan-potongan susu (keju) hasil olahan tangan-tangan terampil masyarakat Enrekang. Keju putih ini kemudian berganti nama menjadi “Dangke”.

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Uniknya, Dangke diolah dengan sari buah pepaya yang mendukung proses fermentasi. Jus pepaya memisahkan susu, air dan lemak.

Kemudian susu menjadi keras dan massa yang awalnya cair berubah menjadi gumpalan putih.Proses produksi dan peralatan yang digunakan untuk membuat keju tradisional ini.

Dari memasak hingga mencetak semuanya mudah. Susu kerbau atau sapi dipanaskan di atas kayu bakar hingga mencapai suhu 70 derajat Celcius.

Pencetakan sekarang dilakukan dari batok kelapa. Tanpa menghilangkan khasiat tradisionalnya, keju Dangke juga kaya akan daun pisang.

Keju dangke memiliki rasa yang sedikit lebih asin dibandingkan keju lainnya. Biasanya masyarakat di Enrekang menggoreng atau memanggang keju ini sebelum memakannya.

Dangke merupakan produk susu khas Sulawesi Selatan khususnya di Enrekang. Konon produk ini muncul karena masyarakat Enrekang belum terbiasa mengonsumsi susu segar sehingga dijadikan produk olahan. Menurut beberapa sumber, Dangke sudah dikenal sejak awal abad ke-20.Bagi masyarakat Kabupaten Enrekang, Dangke merupakan makanan khas yang banyak disukai. Selain itu, masyarakat setempat juga menjadikan pembuatan dangke yang cukup sederhana dan tidak membutuhkan banyak biaya sebagai mata pencaharian. Selain susu kerbau, dangke biasanya diolah dengan susu sapi bila ketersediaannya terbatas.

Nama “Dangke” berasal dari bahasa Belanda. Ketika petugas Belanda berpatroli di desa Curio, mereka disajikan sebagai hadiah kepada tamu terhormat. Para pejabat Belanda mencoba masakan tersebut.Setelah pamit, mereka mengucapkan terima kasih atas makanannya yang sungguh enak, yang dalam bahasa Belanda diucapkan “DENKWELL” yang artinya “terima kasih”. Namun nenek moyang salah paham bahwa yang dihidangkan itu namanya “DANGKE”. Susu kental manis masih disebut dangke sampai sekarang. Pada abad ke-20, dangke dibuat tidak hanya dari susu kerbau tetapi juga dari susu sapi.

Dangke dibuat dengan tambahan sari daun pepaya sebagai koagulan. Tanaman pepaya (Carica papaya L) mengandung getah yang larut dalam air yang banyak ditemukan pada buah muda, tangkai daun, dan batang potong.Jus pepaya mengandung enzim sulfuhydryl proteinase, yang mengkatalisis reaksi biologis. Selain pepaya, jus nanas juga bisa digunakan sebagai koagulan.

Karena sifat dan konsistensinya, Dangke termasuk dalam kelompok keju lunak dengan kadar air kurang lebih 45,75%, berwarna putih dan elastis alami. Agar dangke yang dibawa sebagai oleh-oleh khas kota Enrekang dapat bertahan lama, biasanya dangke direndam terlebih dahulu dalam larutan garam. Ada pula yang menaburkan garam pada dangke lalu mengeringkannya.Dangke yang diawetkan dengan garam dapur merupakan budaya sebagian besar masyarakat Kabupaten Enrekang.

Proses Pembuatan Dangke

Faktanya, kotoran ternak diubah menjadi kompos untuk keperluan pertanian. Seluruh limbah padat dan cair diolah sehingga memiliki nilai ekonomis. Mayoritas kebutuhan gas dan listrik warga dipenuhi melalui pengelolaan kotoran sapi. Bumdes di Desa Pinang bertanggung jawab atas pengelolaan pupuk dan gas. Kebutuhan gas untuk memasak dan listrik dapat dipenuhi kembali dari sumber daya yang ada di desa-desa dan efisiensi belanja dapat dipulihkan.

Saya melihat sendiri pasokan gas warga untuk memasak tersambung ke pipa yang diatur Bumdes. Kebetulan ibu pemilik merebus susu segar dari peternakan sapi untuk dijadikan keju. Kabupaten Enrekang dikenal sebagai pembuat keju yang sangat populer bernama “Keju Dangke” di Sulawesi Selatan. Proses pembuatannya masih tradisional sehingga belum bisa diproduksi secara massal. Tidak ada teknologi yang cocok untuk merebus dan memisahkan protein dari air menjadi susu.

Demikian pula seluruh proses penyaringan dan pendinginan dilakukan dengan alat yang sangat sederhana. Proses pencetakannya hanya menggunakan batok kelapa yang dibelah menjadi dua bagian lalu dibungkus dengan lapisan daun pisang. Mungkin proses sederhana inilah yang meningkatkan kualitas keju.

Upaya perempuan di Desa Pinang tentu patut diapresiasi meski dalam berbagai keterbatasan. Yang juga menarik adalah munculnya kesadaran akan perlunya menciptakan nilai tambah terhadap bahan baku susu sapi yang diproduksi guna melipatgandakan nilai keekonomiannya.Keju enak yang saya coba ini adalah keju yang dibuat langsung di rumah. Dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan jika dipasarkan sebagai susu segar.
.
keluarga memperoleh pendapatan lebih tinggi melalui praktik nilai tambah ini. Bisa dibayangkan penjualannya tentu akan semakin tinggi jika keju tersebut dikemas dengan kemasan dan branding yang menarik. Pemasarannya juga sangat sederhana, memenuhi permintaan Kabupaten Enrekang saja tidak cukup. Praktik hulu dan hilir yang benar-benar komprehensif ditunjukkan di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Enrekang.

Prestasi tersebut membuat desa ini berhasil menjuarai Kejurnas Adhikarya Pangan Nusantara (APN) 2015. Penghargaan ini sangat layak diterima karena tiga pilar penting pembangunan ekonomi telah dilaksanakan dengan kokoh: pengelolaan sumber daya, peningkatan penciptaan nilai, dan pelembagaan organisasi ekonomi.

Pemerintah provinsi memberikan dukungan penuh untuk penguatan desa, pemerintah desa memantau secara cermat program Dana Desa, dan masyarakat desa berpartisipasi dalam gerakan dengan komitmen penuh. Pemberdayaan masyarakat merupakan landasan pembangunan pedesaan, sedangkan peran pemerintah dari pusat hingga desa adalah menyediakan sumber daya ekonomi (fiskal) dan memvalidasi pengetahuan dan kebijakan.

Praktik yang dilakukan Kabupaten Enrekang, salah satunya tercermin di Desa Pinang, merupakan kombinasi ideal kolaborasi berbagai pemangku kepentingan.Perekonomian melampaui Enrekang berkat keju Dangke.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *